Pemdes Ciawijapura, Terkait Budidaya Melon Diduga Tidak Transparan

Pemdes Ciawijapura, Terkait Budidaya Melon Diduga Tidak Transparan

Cirebon Timur G.- Program budidaya melon yang digagas Pemerintah Desa Ciawijapura, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, menuai sorotan tajam dari warga. Program yang dibiayai melalui dana ketahanan pangan tersebut diduga dijalankan tanpa melalui mekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi landasan utama dalam tata kelola desa. Ketua Forum Warga Peduli Ciawijapura, Moch. Rosid atau akrab disapa Bo’im, mengungkapkan

Cirebon Timur G.-

Program budidaya melon yang digagas Pemerintah Desa Ciawijapura, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, menuai sorotan tajam dari warga. Program yang dibiayai melalui dana ketahanan pangan tersebut diduga dijalankan tanpa melalui mekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi landasan utama dalam tata kelola desa.

Ketua Forum Warga Peduli Ciawijapura, Moch. Rosid atau akrab disapa Bo’im, mengungkapkan kekecewaannya atas pelaksanaan program tersebut. Ia menyebut bahwa proses perencanaan hingga pelaksanaan dilakukan tanpa melibatkan warga secara aktif.

“Prinsip musyawarah seolah dihapuskan. Musyawarah hanya dijadikan formalitas untuk melegitimasi keputusan yang telah diambil sepihak oleh pemerintah desa,” ungkap Bo’im.

Menurutnya, masyarakat tidak pernah diajak berdiskusi mengenai aspek-aspek penting dalam program budidaya melon ini, seperti pemilihan jenis tanaman, lokasi lahan, hingga mekanisme pengelolaan dan pembagian hasil panen. Ketidakterbukaan ini menimbulkan beragam pertanyaan dan kecurigaan di kalangan warga.

“Musyawarah desa adalah forum tertinggi pengambilan keputusan di desa. Seharusnya ini menjadi ruang bagi masyarakat menyampaikan aspirasi. Namun, dalam kasus ini, justru terabaikan,” tambahnya.

Bo’im juga menyoroti waktu pelaksanaan musyawarah yang dinilai tidak logis. Ia menyebut musyawarah khusus terkait ketahanan pangan baru digelar pada 9 April 2025, padahal lahan sudah terlebih dahulu digarap, dipasangi mulsa, dan siap tanam.

“Musyawarah dilaksanakan setelah lahan digarap. Ini jelas menyalahi prosedur. Usulan warga tidak diakomodasi, dan BPD pun terkesan pasif dalam forum,” kritiknya.

Forum Warga Peduli menduga ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan dari program ini, sementara kepentingan masyarakat luas diabaikan. Bo’im pun menyampaikan bahwa warga telah melakukan audiensi menuntut transparansi, namun hingga kini belum mendapat jawaban dari pihak Pemerintah Desa maupun BUMDes.

“Kami akan terus menuntut klarifikasi dan akuntabilitas. Pemdes harus terbuka soal rincian anggaran, siapa pengelolanya, dan bagaimana hasil panen akan dibagi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Forum mendesak BPD untuk menjalankan peran pengawasnya dan menyelidiki dugaan pelanggaran prosedur dalam program ini. Bo’im berharap, kejadian ini menjadi pelajaran bagi desa-desa lain di Kabupaten Cirebon.

“Musyawarah bukan sekadar simbolik. Ini fondasi tata kelola desa yang partisipatif dan demokratis. Dana ketahanan pangan adalah amanah yang harus dikelola secara transparan dan bertanggung jawab,” pungkasnya.

(Hendy/ Ade)

Posts Carousel

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos